Senin, 28 November 2011

kumpulan kajian islam


Kajian Islam dan Taushiah.doc
KUMPULAN KAJIAN ISLAM DAN TAUSHIAH
Oleh: Al Ustadz. Abu Hasan Ali Halabiy
Mutiara Al-Qur’an 33
Hikmah Puasa Ramadhan
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda . Karena itu, barangsiapa di antara
kamu menyaksikan bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit
atau dalam perjalanan, maka hendaknya mengganti sebanyak hari yang ditinggalkannya pada hari-
hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu membesarkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur"
(QS. Al-Baqoroh: 185) 1) 2)
Kemuliaan Ramadhan
Dinamakan Ramadhan sebab pada bulan ini dosa-dosa dan kesalahan dibakar (Romadh), keinginan
hawa nafsu dikekang, melaksanakan ketaatan dan mengharap pahala dari Allah dengan menahan
diri (shiyam) dari apa –apa yang membatalkan sejak fajar hingga terbenamnya matahari.
Bulan Ramadhan merupakan karunia besar bagi hamba-hamba Allah, sebab di dalamnya terdapat
manfaat yang sangat banyak. Diantara manfaatnya adalah dihapuskannya dosa-dosa antara
Ramadhan dengan Ramadhan yang lain. Dan ibadah puasa itu telah disyari’atkan kepada manusia
sejak zaman purba hingga sekarang.
Ramadhan merupakan bulan yang paling mulia dalam perjalanan bulan-bulan dalam setahun.
Karena nilai pahala ibadah pada bulan ini dilipat gandakan oleh Allah daripada bulan yang lain.
Maka hendaknya setiap muslim menyegerakan amal dalam bulan ini, menyempurnakan ibadah-
ibadah, memperbaiki kekurangan-kekurangan. Misalnya dengan bersedekah, tadarus Al-Qur’an,
berdzikir, qiyamul-lail, berakhlaq baik dan sebagainya.
Di antara kemulian bulan ini juga adalah adanya malam Lailatul-qodar, yang 1 malam nilainya
lebih baik dari 1000 bulan atau lebih dari 83 tahun.
Puasa Ramadhan dengan segala amal ibadahnya berupa tarawih, dzikir, infaq, I’tikaf, membaca al- Qur’an dan lainnya tentu akan mampu menghantarkan manusia menjadi taqwa. Sebab Ramadhan merupakan bulan tarbiyah, mendidik hawa nafsu, menempa keinginan, kepentingan, prinsip hidup, sudut pandang, agar tunduk semata-mata kepada Allah swt.
Copyright ©Http://w w w .sm ahiday atullah.com / . Kumpulan taushiah dan kajian Islam yang ditulis oleh Ustadz. Abu Hasan Ali Halabiy, guru di SMA Hidayatullah Bontang. Anda diperkenankan untuk mencopy dan menyebarluaskan baik dalam bentuksoftcopy maupun
hardcopy selama menyertakan catatan kaki ini dan dengan tujuan bukan komersial.
Kajian Islam dan Taushiah.doc
Hikmah disyari’atkannya puasa adalah agar manusia menjadi bertaqwa. Sebab puasa adalah
merupakan penyebab utama agar mencapai ketaqwaan. Yaitu melaksanakan perintah-perintah Allah
dan menjauhi larangan-Nya.
Syari’at puasa menjadi penyebab utama meraih taqwa karena orang yang berpuasa mampu mentaati
Allah walaupun dalam masalah yang sebenarnya dihalalkan sebelumnya, seperti makan, minum,
berhubungan badan suami-istri dan sebagainya. Dan inilah taqwa. Orang yang membiasakan
mendidik nafsunya untuk mengikuti perintah Allah, yang sebelumnya suka diumbar.
Dari sisi medis, puasa menjadikan sempitnya pembuluh darah, sehingga godaan syetan yang
berjalan melalui alirannya menjadi buntu. Maka dengan puasa tersebut ambisi berbuat maksiyat
melemah.
Dengan puasa pula keinginan untuk memperbanyak ketaatan semakin kuat. Misalnya orang kaya
dapat merasakan langsung bagaimana pedihnya rasa lapar sebagaimana mendera kaum fakir-
miskin. Sehingga timbullah tanggung jawab sosialnya. Dan inilah buah taqwa.
Ramadhan juga bulan jihad, dimana puasa mengajarkan jihad melawan rayuan syetan kepada
kejahatan, ajakan hawa nafsu, menanjurkan supaya sabar, dermawan, produktif, tidak pemarah,
disiplin waktu. Puasa membentuk manusia jujur kepada diri sendiri, mampu menahan diri dari yang
dilarang Allah. Memiliki tanggung jawab, adil, memiliki kepedulian social dan sebagainya.
Kemuliaan Al-Qur’an
Tidak kalah pentingnya, Allah memuliakan bulan ini dari seluruh bulan yang ada karena bulan ini
Allah turunkan Al-Qur’an (Syahrul-Qur’an). Allah turunkan kitab-kitab untuk para nabi-Nya,
Taurat, Injil, Zabur dan suhuf para nabi dan rosul juga pada bulan ini..
Agungnya Ramadhan juga karena identik dengan sifat al-Qur’an yang mulia. Yang mengandung petunjuk (hudan), menunjukkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia agar diikuti, menunjukkan mana yang bahaya (mudhorrot) bagi mereka agar dijauhi. Menunjukkan jalan-jalan kebaikan, dan menunjukkan pula jalan-jalan kebinasaan.
SIfat Al-Qur’an juga menjadi pemberi penjelasan (Bayan) yang gamblang, menjelaskan jalan-jalan
keselamatan dan kebahagiaan, menjelaskan jalan-jalan kesesatan. Al-Qur’an menjadi pembeda (Al-
Furqon) atas cakupan kebaikan dan keburukan. Membedakan mana yang haq, mana yang bathil.
Mana yang halal, mana yang haram. Mana tauhid, mana yang syirik. Mana yang sunnah, mana yang
bid’ah. Mana yang menyebabkan kebahagian dan mana yang membinasakan. Agar manusia
berfikir.
Indahnya Rukhsoh
Allah yang maha rohman dan rohim memberikan kemudahan atau keringanan (rukhsoh), yaitu
bolehnya meng-qodho’ puasa dan diganti pada hari lain sebanyak hari yang ditinggalkan karena
sebab-sebab tertentu seperti sakit keras, perjalanan jauh, hamil dan sebagainya.
Allah tidak membebani hamba-Nya diluar kemampuannya. Seperti adanya rukhsoh menjama’ dan
meng-qoshor sholat bagi musafir, sholat dengan berbaring bagi yang tidak kuat berdiri, bolehnya
Copyright ©Http://w w w .sm ahiday atullah.com / . Kumpulan taushiah dan kajian Islam yang ditulis oleh Ustadz. Abu Hasan Ali Halabiy, guru di SMA Hidayatullah Bontang. Anda diperkenankan untuk mencopy dan menyebarluaskan baik dalam bentuksoftcopy maupun
hardcopy selama menyertakan catatan kaki ini dan dengan tujuan bukan komersial.
Kajian Islam dan Taushiah.doc
bertayammum bagi orang sakit atau kesulitan mendapati air, bolehnya memakan makanan haram
dalam keadaan dhorurot yakni nyawanya terancam jika tidak memakannya. Dan sebagainya.
Bagi orang yang tidak mampu berpuasa dan tidak memungkinkan pula menggantinya maka boleh
menggantinya dengan fidyah. Yaitu memberi makan fakir miskin sebanyak puasa yang
ditinggalkan. Seperti kakek-nenek yang sudah tua, orang sakit yang kemungkinan tidak diharapkan
kesembuhannya, wanita hamil yang sangat dikhawatirkan kesehatan bayinya. Dan sebagainya.
Diriwayatkan oleh imam Bukhori dan Muslim, bahwa pada zaman rosulullah saat beliau
mengadakan perjalanan bersama para sahabatnya, sebagian mereka ada yang tetap berpuasa, dan
sebagian yang lain tidak. Namun diantara mereka tidak ada yang saling mencela.
Hal ini menunjukkan bahwa syari’at Allah mengandung manfaat yang sangat banyak. Sebaliknya
apa yang dilarang Allah hakikatnya mengandung kerusakan yang luar biasa bagi jiwa dan badan.
Salah satu sifat mustahil bagi Allah adalah berbuat dan berkata sia-sia. Maka apa saja yang difirman
Allah adalah bermanfaat.
Dalam hal ini rosulullah bersabda; “Maka sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah kalamullah (Al-
Qur’an), dan sebagus-bagus petunjuk adalah petunjuk Muhammad….” (HR. Bukhory). Namun
banyak manusia yang tidak mengerti hikmah ini.
Sesungguhnya ajaran Islam itu adalah kemudahan. Dan barangsiapa yang menentang ajaran Islam
sesungguhnya justru mempersempit hidup. Akan tetapi kebanyakan manusia mencari rekayasa
pemuasan diri dengan hawa nafsu. Padahal hal ini sejatinya adalah kehancuran yang nyata. Yang
lebih aneh lagi, mereka menyangka ajaran Islam sebagai beban, menjadi penghalang kemajuan dan
prasangka-prasangka keji lainnya.
Hendaknya bersyukur
Maka barangsiapa yang menyaksikan bulan Ramadhan hendaknya berpuasa, yakni bagi setiap
muslim yang baligh, sehat serta mampu.
Alangkah indahnya jika nilai-nlai ini mampu terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari
setelah Ramadhan. Apabila telah kita laksanakan perintah-perintah Allah dengan taat kepada-Nya,
menunaikan kewajiban-kewajiban, meninggalkan apa yang dilarang, menjaga batasan-batasan-Nya,
maka mudah-mudahan kita menjadi orang yang bertaqwa.
Sebagian ulama ada yang mengambil istimbat disyari’atkannya takbiran pada saat menjelang hari
raya dengan ayat ini. Sudah sepantasnya kita wajib bersyukur dengan adanya rangkaian syari’at
ibadah di bulan puasa ini. Yakni dengan membesarkan Allah dengan banyak-banyak mengucapkan
takbir, tahmid, tasbih menjelang hari kemenangan, idul Fitri. Merayakan hari kemenangan dengan
banyak bersilaturahim bersama keluarga, sahabat, tetanga dan kaum muslimin di seluruh dunia.
Taqobbalallohu minna waminkum. [Sy@h]
Maroji’:
1) Tafsir Ibnu Katsir.
2) Tafsir taysir karimir Rohman
Copyright ©Http://w w w .sm ahiday atullah.com / . Kumpulan taushiah dan kajian Islam yang ditulis oleh Ustadz. Abu Hasan Ali Halabiy, guru di SMA Hidayatullah Bontang. Anda diperkenankan untuk mencopy dan menyebarluaskan baik dalam bentuksoftcopy maupun
hardcopy selama menyertakan catatan kaki ini dan dengan tujuan bukan komersial.
Kajian Islam dan Taushiah.doc
Mutiara Al-Hadits 32
Manisnya iman, pedihnya kufur
“Ada tiga perkara yang apabila ketiganya terdapat pada diri seseorang, ia tentu mendapatkan
manisnya iman; Allah dan rosul-Nya lebih dia cintai dari selain keduanya, mencintai seseorang
semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia
sebagaimana ia tidak suka dilempar ke dalam api "
(HR. Muslim) 1)
Manisnya Iman
Hadits ini merupakan kaidah agung dalam Islam. Manisnya iman yakni perasaan nikmatnya hidup,
indahnya hidup yang timbul karena sebab keyakinannya dan ketaatannya kepada Allah ta’ala. Dan
dia rela menanggung derita ujian dan cobaan sesaat karena sebab keimanannya, karena iman pasti
diuji. dan ia tetap ridho Allah sebagai Robb, Muhammad sebagai rosul, Al-Qur’an sebagai
petunjuk, dengan apapun yang dihadapinya. Karena dengan imannya, semua berujung pada hasil
kebahagiaan yang hakiki. 2)
Yang akan mampu merasakan hal tersebut hanyalah mereka yang mengutamakan keimanannya
daripada apapun. Ia utamakan cintanya kepada Allah dan rosul-Nya daripada cintanya kepada
benda-benda. Ia lebih mengutamakan seruan Allah dan Rosul-Nya dengan menunaikan perintah-
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dari pada ajakan hawa nafsu.
Al-Qodhi ‘iyadh berkata; yang mampu merasakan manisnya iman hanyalah mereka yang cinta dan taat secara tulus kepada Allah dan rosul-Nya. Dan hanya inilah yang menjadikan jiwanya tentram, dadanya lapang, kesulitan-kesulitannya menjadi mudah. Hanya orang yang seperti ini saja bisa merasakan lezatnya iman. 3) Sementara yang lain tidak.
Lebih mencintai Allah dan Rosul-Nya
Lalu apa tanda seseorang itu dicintai Allah?. Sebab setiap sesuatu itu memiliki sifat dan tanda.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Mas’ud; setiap sesuatu itu memiliki ciri-ciri dan tanda-
tanda. Dalam hal ini syeikh al-Hakami ditanya; apa tanda seorang hamba itu dicintai Allah ? Ia
berkata; yaitu ia mencintai setiap apa yang Allah dan rosulullah cintai, ia juga membenci apa saja
yang Allah dan rosulullah benci. 4) Cinta dan bencinya telah tunduk dibawah wahyu, jauh dari cinta
karena hawa nafsu.
Al-Qodhi ‘iyadh berkata; tanda seseorang mencintai Allah yaitu hatinya mampu untuk selalu
menerima seruan-seruan Allah, jiwanya dipenuhi ketaatan kepada-Nya. Ia mencintai sesuaatu yang
Allah cintai serta membenci apa yang Allah benci.
Sebagaimana firman Allah;
“Dan dari manusia itu ada yang menjadikan selain Allah sebagai sekutu-sekutu yang mereka
Copyright ©Http://w w w .sm ahiday atullah.com / . Kumpulan taushiah dan kajian Islam yang ditulis oleh Ustadz. Abu Hasan Ali Halabiy, guru di SMA Hidayatullah Bontang. Anda diperkenankan untuk mencopy dan menyebarluaskan baik dalam bentuksoftcopy maupun
hardcopy selama menyertakan catatan kaki ini dan dengan tujuan bukan komersial.
Kajian Islam dan Taushiah.doc
mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Dan orang-orang yang beriman teramat sangat
cintanya kepada Allah” (QS. Al-Baqoroh: 165) 5)
Al-Qodhi ‘iyadh berkata; Cinta (mahabbah) adalah kecenderungan hati untuk melakukan sesuatu
yang sesuai dengan apa yang disukai oleh yang dicinta. Kecenderungan itu sendiri terasa nikmat
dan dianggap baik, misalnya yang lumrah diketahui; mencintai wajah rupawan, bacaan qur’an yang
merdu, rasa lezat makanan, kendaraan tunggangan yang kuat dan seterusnya. 6)
Namun ada tingkatan cinta yang lebih tinggi yakni yang lebih mengedepankan sisi dalam (inner)
seperti; rasa cinta kepada yang memiliki sifat adil, bijaksana, tanggung jawab, bisa diandalkan,
lapang dada, empati, pema’af, akhlaq yang baik, dermawan, penyayang, pelindung dan sebagainya.
Padahal semua sifat mulia ini telah ada pada asmaul husna Allah. Juga pada diri rosulullah yang
disebutkan Allah memiliki Akhlaqul karimah 7)
Oleh karena itu rosulullah bersabda;
“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sehingga Aku (rosulullah) lebih dicintainya
melebihi orangtuanya, anaknya dan manusia seluruhnya.” (HR. Bukhory).8)
Sebab rosulullah memiliki derajat kesempurnaan, menunjuki manusia ke jalan petunjuk, mengajari
manusia untuk tunduk kepada yang maha Pecinta, menyucikan mereka dari perilaku buruk kepada
ketinggian adab, menerangi manusia dengan cahaya bahwa siapa saja yang mentaatinya akan
dimasukkan surga, sebaliknya siapa yang bandel dan ogah-ogahan beriman akan dicampakkan ke
dalam neraka. (Akhir keterangan Qodhi ‘iyadh) 9)
Orang yang beriman akan merasakan manisnya iman apabila hanya Allah dan rosulullah yang
paling ia cintai. Dan mencintai Allah dan rosul-Nya mengharuskan adanya penghormatan,
ketundukan dan pengagungan. Mendahulukan firman dan sabdanya atas segala ucapan manusia.
Siapapun dia.
Dengan demikian kelak di hari kiyamat tidak akan diterima alasan-alasan mereka yang lebih
mencintai materi bumi dari pada Allah dan rosulullah. Yang lebih mencintai rumahnya, pabriknya,
jabatannya, karirnya, sawah-ladangnya, kendaraannya. Juga ternaknya.
Memang setiap orang pasti mencintai dunia sebagai pembawaan insting. Namun tidak semua orang
mau serta mampu mencintai Allah dan rosul-Nya.
Sebagaimana Allah berfirman;
“Dijadikan indah bagi semua manusia cinta syahwat kepada wanita-wanita dan anak-anak dan harta
perhiasan dari emas dan perak dan kuda kendaraan dan ternak-ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup dunia. Dan di sisi Allah ada tempat yang lebih baik” (QS Ali Imron: 14) 10)
Mencintai seseorang karena Allah.
Mencintai seseorang karena Allah adalah mencintai sesama muslim. Dan tidak pantas seorang
muslim mencintai musuh Allah. Sehingga mencintai sesama muslim berarti menjalin hubungan
baik bersama mereka dengan saling menghargai mereka, dengan menasehati, saling memberi,
Copyright ©Http://w w w .sm ahiday atullah.com / . Kumpulan taushiah dan kajian Islam yang ditulis oleh Ustadz. Abu Hasan Ali Halabiy, guru di SMA Hidayatullah Bontang. Anda diperkenankan untuk mencopy dan menyebarluaskan baik dalam bentuksoftcopy maupun
hardcopy selama menyertakan catatan kaki ini dan dengan tujuan bukan komersial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar